if99.net

IF99 ITB

Archive for May, 2017

Masjid Salman Tempat yang “Radikal”

without comments

Sebagai orang yang pernah aktif di Masjid Salman ITB, saya cukup terhentak dengan tudingan Ketua Umum PBNU K.H Said Aqil Siradj yang menyatakan bahwa Masjid Salman ITB adalah tempat berkembangnya paham radikalisme (Baca: NU: Radikalisme Menyebar ke Kampus, Terutama Masjid Salman ITB). Meski akhirnya Pak Kyai mengaku khilaf dan meminta maaf atas tudingannya itu  (baca: Pengurus Masjid Salman: Kiai Said Aqil Mengaku Khilaf dan Mohon Maaf), namun tuduhan pak Kyai terlanjur menjadi viral di media sosial dan menimbulkan keresahan bagi para alumni ITB yang pernah merasakan kehidupan di Masjid Salman.

masjid-salman

Masjid Salman ITB (Sumber: kabarsalman.com)

Kata radikal saat ini menjadi kata yang banyak dilontarkan terkait situasi politik tanah air yang belum tenang sebagai dampak kasus Ahok. Radikal dipertentangkan dengan Pancasila. Ormas radikal, ormas anti pancasila, radikalisme, kaum radikal, dan seterusnya, itulah kata-kata yang menghiasi media di tanah air. Disematkan kata radikal saja sudah membuat tidak nyaman, apalagi jika dituding sebagai pendukung dan penyebar radikalisme.

Padahal kalau membuka kamus radikal itu tidak selalu berarti negatif.  Radikal berasal dari kata radix yang artinya akar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti radikal adalah sbb:

radikal1/ra·di·kal/ a 1 secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip): perubahan yang –; 2 Pol amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); 3 maju dalam berpikir atau bertindak;

Jika dimaksudkan radikal itu adalah kembali ke hal yang mendasar atau prinsipil, maka sudah seharusnya setiap orang demikian. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Kita sering berkata demikian, misalnya harus sesuai dengan prinsip dasar, hal yang mendasar adalah…., dsb, dsb.  Lihatlah artsitektur Masjid Salman sendiri tergolong radikal pada zamannya. Ia tidak mempunyai kubah seperti masjid lain pada umumnya.  Arsitek Masjid Salman, Pak (alm) Ahmad  Nu’man, punya alasan mengapa rancangan masjidnya demikian. Masjid itu kata dasarnya sujud, jadi masjid itu tempat bersujud. Maka, bagi sebuah masjid uyang dipentingkan adalah fungsi dasarnya sebagai tempat bersujud (sholat). Bentuk bangunan sendiri tidak ditekankan seperti apa, pakai kubah atau tidak. Lihatlah Masjidil Haram, tidak ada kubah di sana. Kubah masjid baru ada pada zaman Kerajaan Ottoman Turki. Kubah tidak identik dengan Islam, kubah juga terdapat pada bangunan gereja-gereja di Eropa.

Arti kata radikal yang ketiga adalah maju dalam berpikir dan bertindak. Ya, memang, dalam hal ini Masjid Salman tergolong radikal. Pengelolaan masjid dilakukan secara profesional oleh pengurus masjid yang kebanyakan adalah dosen-dosen ITB. Berbagai teknologi sudah diterapkan Masjid Salman untuk membuat masjid ini semakin nyaman untuk beribadah (baca juga: ATM Beras dari Masjid Salman ITB). Berbagai kajian dan diskusi yang mencerahkan pikiran diadakan silih berganti untuk menambah wawasan jamaah. Berbagai tokoh politik, tokoh agama, ilmuwan, dan tokoh masyarakat telah banyak mengisi kajian berupa seminar, telaah buku, diskusi kontemporer, semuanya untuk menghidupkan fungsi masjid lebih dari sekedar tempat sholat, tetapi masjid adalah pusat peradaban masyarakat.

Arti kata radikal yang kedua adalah amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan). Jika ini yang dimaksudkan, maka sangat jauh panggang dari api. Jamaah Salman yang umumnya kaum intelektual (mahasiswa, dosen) bukanlah bertipe demikian, apalagi jika dihubungkan dengan perilaku kekerrasan.  Saya belum pernah membaca atau mendengar ada kegiatan makar atau penggulingan Pemerintahan yang sah yang dilakukan oleh jamaah Salman. Di Salman tidak ada kaderisasi politik. Jika alumninya aktif dalam politik praktis, maka itu bukan karena Salman-nya, tetapi adalah pilihan pribadinya.

Siapapun yang pernah berkunjung, sholat, maupun aktif di Masjid Salman ITB, pasti mengetahui bahwa Masjid Salman ITB adalah masjid yang terbuka. Siapapun boleh datang, ikut kajian, ikut mendengarkan ceramah, ikut mengaji, ikut memakmurkan masjid, ikut berbagai kegiatan yang dilakukan oleh remaja masjid, dan sebagainya. Walikota Bandung, Ridwan Kamil, adalah alumni Masjid Salman juga.

emil dan bimbel

Emil (sedang dipeluk di belakang) dan para murik Bimbel Salman berfoto dengan para pengajar di tangga Masjid Salman, tahun 1990 usai malam tafakkur menjelang UMPTN 1990.

Karena sifatnya yang terbuka, maka siapapun bisa beraktivitas di sana. Ketika ramai kasus NII di Bandung, masjid Salman ikut kena imbas karena aktivis NII melakukan perekrutan anggota melalui masjid, tak terkecuali mungkin mereka diam-diam menggunakan Masjid Salman sebagai base. Tapi, sekali lagi itu bukan kegiatan masjid, tetapi orang-orang yang memanfaatkan masjid untuk tujuan kelompoknya.

Tulisan ini bukan pembelaan diri. Tetapi demikianlah adanya bahwa masjid Salman itu memang masjid yang radikal dalam tanda kutip.


Written by rinaldimunir

May 31st, 2017 at 3:44 pm

Kuburan di Atas Bukit

without comments

Bulan puasa Ramadhan pada tahun 2017 tinggal dalam hitungan hari. Kebiasaan umat Islam di Indonesia menjelang bulan Ramadhan adalah pergi beziarah ke makam orangtua atau keluarga yang sudah mendahului. Di Jawa dinamakan dengan tradisi nyekar atau nyadran. Tradisi ziarah kubur sebelum Ramadhan memang tidak dicontohkan oleh Nabi, tetapi ziarah kubur sendiri tidak dilarang, sebab mengunjungi makam orang yang sudah meninggal berguna agar kita selalu mengingat kematian.

Seperti orang Indonesia lainnya, minggu lalu saya menyempatkan diri pulang ke Padang untuk menziarahi makam kedua orangtua saya.  Di Padang kompleks pemakaman sering didasarkan atas kampung asal (orang Padang sendiri sebagian besar adalah perantau dari berbagai daerah kabupaten di  Sumatera Barat). Kompleks pemakaman orang-orang dari Koto Anau, Solok, di Padang adalah di sebuah bukit di daerah Seberang Palinggam. Di sanalah kedua orangtua saya dimakamkan.

Kota Padang sendiri dilingkari oleh perbukitan. Bukit-bukit di daerah selatan, yang berbatasan dengan sungai dan laut, sudah lama menjadi tempat pemakaman warga Tionghoa. Kuburan orang Cina, begitu kami menyebutnya, terentang di atas Bukit Siti Nurbaya (nama baru setelah ada jembatan Siti Nurbaya). Nah, kuburan orang kampung saya di sepanjang bukit itu juga, tapi agak ke timur.

Di atas bukit di daerah Seberang Palinggam itulah terdapat kompleks pemakaman orang kampung saya. Mungkin sudah ada ratusan kuburan di atas sana, dari dulu hingga sekarang. Pemakaman itu dijaga dan dirawat oleh sebuah keluarga dari suku Nias. Orang Nias cukup banyak juga di Padang, umumnya mereka tinggal di sekitar perbukitan dekat kawasan Muara.

13315652_1118877744846916_5869833978637917960_n

Untuk mencapai pemakaman ini, kita harus menaiki tangga, sebagian lagi melalui jalan setapak yang cukup terjal. Saya membayangkan betapa sulitnya membawa jenazah yang hendak dikubur di sini. Pada musim hujan jalan setapak ke atas bukit itu  cukup licin, jika tidak hati-hati kita bisa terpeleset ke bawah. Namun, bagi orang Nias yang banyak bermukim di bukit itu, mereka sudah biasa saja naik turun bukit yang terjal tersebut.

13266057_1118877698180254_3045192816838233239_n

Karena berada di atas bukit, maka kompleks pemakaman itu rawan longsor. Dua tahun lalu terjadi hujan deras yang begitu lebat di atas bukit. Air dari atas bukit meluncur deras dalam jumlah yang besar, menghanyutkan dan merobohkan apapun yang dilaluinya. Sejumlah kuburan terkena longsoran, termasuk makam ayah saya. Air yang deras meluluhlantakkan isi sejumlah makam sehingga tulang-belulang jenazah ikut jatuh ke bawah dan tidak dikenali lagi itu tulang belulang siapa.

Atas kesepakatan warga perantau kampung saya, maka seluruh tulang belulang itu dikumpulkan dan dimakamkan di dalam satu lubang. Sebagai simbol bahwa makam pernah ada, maka keluarga yang masih hidup membangun makam baru sebagai simbol saja, padahal isinya tidak ada. Tujuannya adalah agar keluarga yang masih hidup dapat tetap berizarah ke sana meskipun kuburan aslinya sudah hiang. Itu termasuk makam ayah saya.

Karana kompleks pemakaman ini berada di atas bukit, maka dari atas bukit ini kita dapat melihat pemandangan kota Padang. Dari kejauhan kita dapat melihat kantor gubernur, beberapa bangunan hotel, Masjid Raya Sumbar, Pantai Padang, dan lain-lain.

18485304_1472619679472719_10544900203165908_n

13325440_1118877774846913_1913774488892107167_n

18485281_1472619636139390_1941990409701227054_n

Tadi sudah saya sebutkan bahwa bukit ini berbatasan dengan sebuah sungai, namanya Sungai Batang Harau. Sungai ini bermuara ke Samudera Hindia sekitar 2 km ke arah barat. Di daerah Muara bertemulah air laut yang asin dengan air tawar dari sungai.

Anda semua pasti tahu jika kota Padang rawan gempa. Gempa bumi sering terjadi dalam skala kecil hingga skala besar. Beberapa kali gempa besar pernah terjadi di sini, terkahir tahun 2009 yang meluluhlantakkan kota. Kekhawatiran paling besar dari gempa bumi adalah tsunami. Peristiwa tsunami di Aceh telah memberi kesadaran bagi Pemerintah kota untuk membangun jalur evakuasi. Bagi warga yang bermukim di kawasan selatan, jalur evakuasi untuk menghindari tsunami adalah lari ke atas bukit-bukit itu. Pemerintah kota membangun beberapa jembatan evakuasi di atas sungai Batang Harau. Jika terjadi peringatan tsunami, maka warga bisa berlari ke atas bukit yang saya ceritakan ini.

Dari kompleks pemakaman tadi saya dapat melihat dengan jelas jembatan evakuasi tsunami.  Berlindung ke bukit yang tinggi ini cukup aman bagi warga sampai menunggu pertolongan datang.

13312673_1118877794846911_5475495546647719388_n

Jembatan evakuasi dari tsunami

13325620_1118958614838829_6122710926432889508_n

Yang paling penting dari jembatan ini adalah edukasi. Penting bagi Pemerintah kota untuk sering melakukan simulasi gempa dan tsunami agar warga menyadari bahwa jembatan ini bukan sekedar tempat penyeberangan biasa, tetapi adalah sarana evakuasi bencana.


Written by rinaldimunir

May 22nd, 2017 at 5:16 pm

Tukang Ojek Perempuan yang Ikhlas Membantu Suami

without comments

Beberapa waktu yang lalu saya ke kampus Ganesha naik Go-Jek (karena motor saya masih kena tilang di kantor polisi). Ketika mengorder Go-Jek, pengemudi yang menerima order ternyata perempuan. Wah, kaget! Susi namanya, begitu yang tertera di layar aplikasi. Waduh, bagimana ya, asa gimana gitu diboncengi tukang ojeg perempuan. Belum pernah sih. Tapi karena udah terlanjur pesan, saya merasa nggak enak juga membatalkannya.

Setelah dia datang, benar, ternyata ada rasa canggung juga bagi saya naik motornya. Risih.

“Nggak apa-apa nih, saya laki2”, tanya saya.

“Nggak apa2 pak, udah biasa”, katanya.

Ya sudah, saya pun naik motor gojeknya dengan tetap menjaga jarak di atas boncengan. Dari Antapani tujuan saya ke kampus ITB naik Go-Jek dengan pengemudinya bernama Teteh Susi. ?

Seperti biasa saya selalu mengajak ngobrol supir Go-Jek sepanjang perjalanan. Kata Teh Susi, dia biasanya berjualan buah lokal di Antapani. Tetapi sekarang jualan buah sedang sepi, musim hujan yg berkepanjangan membuat buah2an jarang ada. Akhirnya Teh Susi banting stir jadi pengemudi Go-Jek.

Bagi Teh Susi, kerja meng-gojek merupakan pekerjaan sampingan untuk membantu suaminya. Suami Teh Susi bekerja di sebuah bengkel motor di daerah Ujungberung. Bosnya orang Tionghoa. Baik. Suami Teh Susi meminjam uang kepada bosnya untuk membangun rumah di Pasir Impun. Cara pengembalian pinjaman adalah dengan memotong gaji suaminya. Kata Teh Susi, gaji suaminya di bengkel itu Rp3 juta per bulan. Tiap bulan dipotong 50% untuk membayar cicilan pinjaman. Suami Teh Susi meminjam Rp 100 juta kepada bosnya. Alhamdulilah, rumah yang dibangun di atas tanah seluas 5 tumbak (70 m2) sudah selesai dibangun, tinggal melunasi penjaman uang setiap bulan.

Untuk membantu melunasi pinjaman suaminya, Teh Susi bekerja menjadi supir Go-Jek dari jam 7 pagi sampai sore. Dia mangkal di kios buahnya di Jl. Indramayu yang kosong (tidak ada buah yang dijual). Anaknya dua orang masih kecil-kecil, dititipkan di rumah ibunya. Dari bekerja sebagai supir Go-Jek, Teh Susi bisa mendapat bonus (dari go-ride, go-food, go-send, dll) sampai 20 poin sehari, itu setara dengan Rp100.000. Kadang-kadang cuma dapat Rp50.000. Lumayan, alhamdullah.

Sampailah saya di Jl. Ganesha. Ongkos Go-Jek 15.000 saya lebihkan saja menjadi 20.000. Lima ribunya buat teh Susi saja, kata saya, buat wanita yang bekerja dengan ikhlas membantu suaminya.

Teteh, saya foto dulu ya..

teh susi


Written by rinaldimunir

May 18th, 2017 at 10:47 am

Kena Tilang (lagi), Slip Biru, dan Anti-korupsi

without comments

Beberapa hari yang lalu motor saya kena tilang pak polisi di depan PUSDAI Jalan Supratman, Bandung. Salah saya juga sih, plat nomor saya sudah kadaluarsa beberapa hari. Hari yang apes, karena pada hari itu saya justru mau urus STNK di kantor SAMSAT, tapi keburu kena tilang. Selain plat nomor yang kadaluarsa, SIM saya juga sudah lewat waktu (belum sempat ikut ujian SIM lagi. Saya harus bikin ulang SIM baru karena masa kadaluarsa SIM telat satu hari). Jadilah saya melanggar dua pasal.

Pak polisi yang menilang saya kemudian berkata: “Motor bapak kami tahan beserta kuncinya, nanti bisa diambil di Jalan Jawa (kantor Poltabes). Bagaimana, Pak? Apa bapak mau ikut sidang pengadilan tanggal 26 Mei atau dibantu diselesaikan di sini?”.

Saya sudah paham maksud Pak polisi itu. “Diselesaikan disini” artinya selesai di jalan saja, tidak perlu ikut sidang pengadilan, tapi cukup pakai “uang damai”.  Tawarannya saya tolak, sebab bertentangan dengan prinsip saya (anti menyuap). Menyelesaikan perkara dengan jalan uang damai sama saja dengan menyuruh Pak Polisi melakukan korupsi. Uang damai akan masuk ke kantongnya, bukan ke kas negara.

“Begini saja pak”, kata saya setelah diskusi yang cukup alot dengan Pak Polisi. “Saya minta slip formulir tilang yang berwarna biru. Nanti denda tilang saya setor ke Bank BRI”.

(Ini adalah alternatif jika kita tidak mau ikut sidang tilang.  Terlalu lama menunggu. Di Bandung sidang tilang setiap hari Jumat di Jalan Riau, yang antri sidang puluhan sampai ratusan orang. Kita harus pagi-pagi datang ke pengadilan supaya dapat nomor antrian kecil. Sidangnya tidak sampai 5 menit, tapi mengantrinya seharian)

Pak Polisi tampak agak ogah-ogahan memberikan slip tilang yang berwarna biru. Sepertinya dia agak keberatan. Dia pikir mungkin saya mau menyelesaikan di jalan saja, seperti pemotor lain yang kena tilang.

Setelah berdiskusi dengan temannya, akhirnya dia berikan juga slip biru itu. Dia cantumkan nomor rekening Bank BRI di formulir tersebut. Saya bisa setor denda tilang via ATM BRI atau ke teller BRI.  Saya coba bayar via ATM ternyata tidak berhasil (belakangan saya ketahui memang belum bisa, sebab besar denda tilang tidak tertulis di surat tilang tesrebut). Akhirnya saya minta pegawai kantor saya untuk membayar denda tilang di  kantor BRI. Teller BRI sudah tahu  berapa besar dendanya.  Denda yang kita bayar adalah denda maksimal (kalau ikut sidang pengadilan, maka dendanya lebih kecil lagi). Saya membayar denda Rp150.000.  Tak apalah, daripada seharian antri sidang pengadilan yang menurut saya tidak efektif.

Dua hari kemduian saya bisa mengambil motor kembali di Jalan Jawa , tapi sebelumnya saya harus mengurus perpanjangan STNK beserta plat nomor seharian di kantor Samsat. Perlu waktu dua hari untuk mengurus perpanjangan plat nomor ini.  Berhubung saya tidak punya waktu, maka saya kuasakan saja ke pegawai kantor saya. Untuk perpanjangan plat nomor ini (berikut denda keterlambatan),  biayanya sekitar Rp400 ribuan.

Moral dari cerita ini, setidaknya saya bersyukur. Bersyukur karena saya sudah terhindar memberikan uang suap, dan telah menghindarkan polisi itu dari berbuat korupsi. Itu saja.


Written by rinaldimunir

May 15th, 2017 at 3:12 pm

Posted in Pengalamanku

Ketika Islam Dibenturkan dengan Kebhinnekaan dan NKRI

without comments

Sebagai orang Islam, saya merasa cukup sedih ketika umat Islam dituding intoleran, radikal, anti-kebhinnekaan, anti-NKRI, anarkis, dan sebagainya. Sebutan-sebutan negatif itu berlangsung selama Pilkada DKI berlangsung hingga Ahok divonis bersalah dan dihukum dua tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Utara baru-baru ini.

Pilkada DKI memang kental dengan nuansa SARA. Puncaknya ketika Ahok dianggap menistakan Al-Quran dengan kasus Al-Maidah 51 yang sama-sama kita ketahui. Pro kontra terhadap ucapan Ahok itu telah membangkitkan sentimen keagamaan yang meluas ke seluruh tanah air. Aksi-aksi Bela Islam yang bertubi-tubi yang diikuti oleh ratusan ribu hingga jutaan umat Islam di Jakarta,  demo di mana-mana di seluruh negeri, dan perang kata-kata di media sosial, telah membuat situasi negara ini menjadi tambah panas. Hampir-hampir saja negara ini diambang perpecahan. Peserta demo-demo itu dituding anti-kebhinnekaan, radikal, intoleran, dan anti NKRI. Saya tidak mengerti kenapa disebut demikian, mungkin karena yang demo itu memakai sorban, peci, berbaju putih-putih, menggemakan takbir, dan sasaran demo adalah Ahok yang kebetulan non-muslim dan beretnik Tionghoa. Padahal yang diperjuangkan oleh peserta demo adalah tindakan hukum, bukan agama orang lain atau etnik.

Setelah Pilkada diketahui hasilnya, yang ternyata Ahok kalah, maka media asing pun ramai memberitakannya. Media asing menuding kemenangan Anis-Sandi adalah kemenangan kaum radikal dan menunjukkan meningkatnya intoleransi. Publik di dalam negeri yang Pro Ahok ikut-ikutan mengamini tudingan media luar negeri tersebut.  Itu artinya 58% pemilih DKI yang memilih Anies-Sandi (sekitar 3,2  juta pemilih) seluruhnya dianggap kaum radikal dan intoleran, dan 42% yang memilih Ahok dianggap toleran dan tidak radikal. Kesimpulan yang sama sekali gegabah, sebab, meski ada yang memilih karena alasan agama, lebih banyak warga DKI tidak memilih Ahok bukan karena pertimbangan agama, tetapi karena faktor attitude Ahok dan serangkaian peristiwa yang terjadi pada masa tenang yang telah menggerus elektabilitasnya. Peristiwa-peristiwa itu seperti pembagian sembako, kasus Steven yang mendiskreditkan pribumi, dan iklan kampanye Ahok yang kontroversial.

Pasca Pilkada, ternyata kegaduhan di dalam negeri belum usai. Sidang Ahok berakhir klimaks dengan vonis hukuman penjara dua tahun yang diberikan oleh hakim. Hakim memerintahkan Ahok ditahan. Media luar negeri pun kembali nyinyir dengan menyebut hukuman kepada Ahok sebagai bukti intoleransi dan radikalisme di Indonesia. Mereka menyebut vonis tersebut adalah hasil tekanan massa. Itu artinya media luar negeri meragukan independensi hakim Indonesia.

Para pendukung Ahok yang belum bisa move on tidak terima Ahok dipenjara. Mereka melakukan unjuk rasa dan menuntut Ahok dibebaskan. Dalam aksi unjuk rasanya mereka kembali menghina ulama dan menyebut vonis ini adalah akibat kaum radikal yang anarkis dan intoleran dan anti-NKRI.

Kawan. Umat Islam Indonesia sangat cinta NKRI. Kemerdekaan Indonesia ini diperjuangan dengan darah para syuhada dan ulama. Mana mungkin umat Islam mengkhianati hasil perjuangannya sendiri dengan mengancam NKRI?

Umat Islam tidak anti Pancasila. Sila-sila di dalam Pancasila itu adalah perwujudan ajaran Islam. Umat Islam tidak menuntut negara Islam. Soal dasar negara ini sudah selesai ketika para tokoh Islam pada tahun 1945 berbesar hati menghilangkan tujuh kata di dalam Piagam Jakarta untuk menjaga keutuhan NKRI dari ancaman pemisahan oleh saudara sebangsa di kawasan Indonesia Timur.

Umat Islam tidak anti kebhinnekaan. Sudah lama umat Islam hidup berdampingan dengan damai dengan pemeluk agama berbeda. Di Indonesia tidak hanya hari penting agama Islam saja yang dijadikan hari libur nasional, semua agama mendapat hari libur untuk hari rayanya. Bahkan hari Jumat tidak dijadikan hari libur, justru hari minggu yang menjadi hari libur. Kita hampir tidak menemukan libur nasional untuk hari raya umat Islam di Amerika, Inggris, Jerman maupun Perancis, mereka adalah negara-negara yang dianggap mbah-nya demokrasi.

Umat Islam bukanlah orang radikal, ekstrimis, teroris. Perilaku radikal sekelompk orang tidak dapat digeneralisasi bahwa semua orang Islam adalah radikal, ekstrimis, dan teroris. Mereka yang demo-demo kemarin itu dalam rangka membela agama dan kitab sucinya, sama sekali bukan menyerang agama lain dan etnik  lain. Demo-demo itu bahkan berlangsung tetib dan damai, jauh sekali dari kesan anarkis yang dilabelkan oleh kelompok yang tidak suka.

Kawan. Jangan kau benturkan Islam dengan label-label yang menyesatkan itu.  Indonesia bukan hanya soal Ahok. Indonesia adalah negara besar. Terlalu habis energi bangasa kita ini hanya mengurus masalah satu orang, padahal masih banyak persoalan bangsa ini yang menuntut perhatian.


Written by rinaldimunir

May 12th, 2017 at 5:04 pm

Posted in Agama,Indonesiaku

Bermula dari Satu Sekolah Muhammadiyah ini

without comments

Sebuah foto saya peroleh dari grup ilmuwan Muhammadiyah di WhatsApp. Ini foto jadoel, diperkirakan tahun 1912, foto sekolah Muhammadiyah pertama yang didirikan K.H Ahmad Dahlan di Kauman, Yogyakarta. Tampak di dalam foto K.H Ahmad Dahlan berdiri di pintu. Murid-muridnya berpakaian sederhana dan bersarung, sedangkan asisten guru memakai baju lurik dan blangkon Jawa.

SD Muhammadiyah Kauman 1912

Bermula dari sekolah kecil ini, organisasi Muhammadiyah kini mempunyai ribuan TK, SD, SMP, SMA, SMK, MI, MTs, MA, Pondok Pesantren, dan ratusan Perguruan Tinggi di seluruh Nusantara. Menurut data dari situs web Muhammadiyah, jumlah lembaga pendidikan yang dikelola oleh Muhammadiyah saat ini adalah:

1 TK/TPQ 4.623
2
Sekolah Dasar (SD)/MI
2.252
3
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs
1.111
4
Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA
1.291
5
Pondok Pesantren
67
 6
Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah171
 171

Itulah amal usaha Muhammadiyah yang ikut mencerdaskan anak bangsa . Jika Ahmad Dahlan masih hidup, mungkin dia tidak akan percaya jika sekolah Muhammadiyah yang dirintisnya tahun 1912 berkembang luar biasa.

Saya yang pernah sekolah di SD Muhammadiyah Sawahan, Padang, dan hidup di lingkungan Muhammadiyah yang kental di Sumatera Barat juga ikut merasa bangga. Dua anak saya juga bersekolah di SD Muhammadiyah 7 Antapani Bandung. Meskipun saya bukan kader, hanya simpatisan saja, saya berharap Muhammadiyah akan selalu istiqamah dalam membentuk manusia Indonesia yang berpendidikan, beriman, berkarakter, dan berakhlaqul karimah. Amin.


Written by rinaldimunir

May 6th, 2017 at 3:35 pm

Posted in Pendidikan

Ingatlah Harapan-Harapan Ayahmu

without comments

Kuliah Semester Genap ini baru saja berakhir. Ujian Akhir Semester suah dimulai pada minggu ini.  Seperti biasa, pada sesi kuliah terakhir Semester Genap ini,  saya mengisi penutup kuliah dengan memberikan nasehat-nasehat dan pepatah petitih kepada para mahasiswa. Saya ingatkan lagi betapa besar harapan ayah bunda mereka yang menaruh harapan agar putra-putrinya selalu berhasil menempuh perkuliahan di ITB dan tentu saja kuliah kehidupan lainnya selama di kampus.

Saya berpesan agar para mahasiswa memberikan hasil terbaik kepada kedua orangtuanya. Jangan sia-siakan masa muda, masa muda adalah masa untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya sebagai bekal buat masa depan.

Sebagai penutup, saya putarkan video klip lagu “Yang Terbaik Bagimu (Ayah)”  dari ADA Band ini (feat Gita Guttawa) di layar proyektor. Saya suka lagu ini.  Ini lagu yang menurut saya sangat bagus, sebab mengingatkan seorang anak pada harapan yang dilontarkan orangtuanya, khususnya ayahnya.
Beberapa mahasiswi yang menyaksikan video klip ini tak mampu menutup wajahnya, matanya berkaca-kaca mendengarkan lirik lagu tersebut. Mungkin terbayang ayahnya di kampung halaman sehingga menjadi ia hiks…hiks… . Maafkan saya, tidak bermaksud membuatmu menangis.
Berikut ini lirik lagu Yang Terbaik Bagimu (Ayah) dari ADA Band:

Teringat masa kecilku
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu

Kau ingin ku menjadi
Yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan
Yang mungkin kulakukan
Dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu jatuh dan terinjak

Chorus:Tuhan tolonglah sampaikan
Sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji
Tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya
Ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu

Andaikan detik itu
Kan bergulir kembali
Kurindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu
Yang pernah terlewati

La la laaLa la la laa la

Silkan klik video di Youtube ini untuk mendengarkan lagu dan musiknya. Saya yakin kamu pun akan tersentuh.

Written by rinaldimunir

May 4th, 2017 at 3:06 pm

Facebook community now has more than 1.9 billion people,…

without comments

Facebook community now has more than 1.9 billion people, including almost 1.3 billion people active every day. http://ift.tt/2pHfwDq via http://ift.tt/2pJSxtr

Written by Veriyanta Kusuma

May 4th, 2017 at 11:47 am

Posted in Uncategorized

Facebook community now has more than 1.9 billion people,…

without comments

Facebook community now has more than 1.9 billion people, including almost 1.3 billion people active every day. http://ift.tt/2pHfwDq via http://ift.tt/2pJSxtr

Written by Veriyanta Kusuma

May 4th, 2017 at 11:47 am

Posted in Uncategorized